Irjen Ferdy Sambo kini telah ditahan di Mako Brimob dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. 


Sejak ditahan dalam kasus Brigadir J, rahasia Ferdy Sambo dikuliti, salah satunya, suami Putri Candrawathi itu disebut memiliki kerajaan di internal Polri 


Hal itu dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. 


Pernyataan Mahfud MD itu diamini oleh mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji. 


Susno Duadji menilai, kekuasaan Ferdy Sambo besar karena memiliki posisi yang strategis dan bisa saja disalahgunakan untuk membangun jaringan. 


Berikut alasan mengapa Irjen Ferdy Sambo memiliki kuasa besar : 


1. Memiliki posisi strategis 


Sebagai orang nomer 1 di Divisi Propam, Irjen Ferdy Sambo memiliki posisi strategis dan bisa menunjuk orang yang diinginkan. 


Cara yang dilakukan dengan menunjuk berdasarkan like dan dislike (suka atau tidak suka) seseorang yang bisa menempati posisi tertentu. 


"Berarti orang yang ditempatkan dengan rekomendasinya (Ferdy Sambo-red) kan bisa menjadi jaringan dia. Kekuasaannya besar sekali," terang Susno dikutip dari wawancara di iNews Sore yang tayang, Kamis (18/8/2022). 


2. Jabatan Kadiv Propam Bisa Tentukan Hitam Putihnya Orang 


Susno juga mengurai posisi Ferdy Sambo dari struktur organisasi jabatan dan kepangkatan. 


Dari struktur organisasi jabatan dia seorang bintang jenderal dua, sedangkan dari struktur posisi di jabatan. 


Artinya ia bukan sembarang jenderal bintang dua. 


"Dia kan kepalanya atau bosnya polisinya polisi," sebut Susno. 


Menurutnya, Propam membawahi pengamanaan internal, provos sehingga semua polisi yang bersalah, melanggar kode etik, disiplin dan pidana dia yang menangani. 


Dia juga yang akan memilih mana kasus yang bisa dipidanakan. 


"Dia bisa menentukan hitam putihnya orang," ucap Susno. 


Dikatakan Susno, seseorang mulai pangkat jenderal ke bawah bisa dicopot jabatannya karena peran Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam. 


3. Terlalu Lama Pegang Jabatan Kadiv Propam 


Kenapa Ferdy Sambo begitu kuat?  


Menurut Susno, selain karena posisinya, faktor lain karena dia cukup lama memegang jabatan itu sehingga sangat mungkin membuat jaringan. 


"Orang lama satu jabatan, dia bisa mengatur, mengusulnya si A di sini si B disini. Ya bisa kuat karena jaringannya bisa dimana-mana," katanya. 


Diketahui Irjen Ferdy Sambi dimutasi dari Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menjadi Kadiv Propam melalui dalam Surat Telegram Nomor ST/3222/XI/KEP/2020 tanggal 16 November 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan di Lingkungan Polri. satu bintang di pundaknya menjadi inspektur jenderal. 


Dalam telegram tersebut diteken Asisten SDM Polri saat itu, Irjen Sutrisno Yudi Hermawan, Ferdy resmi menggantikan Irjen Ignatius Sigit Widiatmono yang meninggal dunia akibat penyakit komplikasi. 


4. Kantongi Rahasia Polisi 


Susno juga mengakui jika Ferdy Sambo mengantongi rahasia atau hal lain di Polri. 


"Itu jelas, dia mengantongi. Tapi untuk siapa dan jabatan apa. Tapi dia tidak bisa mencopot atau menghukum, harus lapor ke Kapolri. Tergantung Kapolri percaya atau tidak sama laporannya. Di-kros cek atau tidak laporannya," tukasnya. 


Dihalang-halangi Orang Dekat Ferdy Sambo 


Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, penanganan kasus pembunuhan Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J dihalang-halangi orang-orang terdekat Irjen Pol Ferdy Sambo. 


Hingga Kapolri Listyo Sigit Prabowo pun juga merasa kesulitan mengungkap kasus ini. 


Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam keterangan tertulis yang dikutip dari Kompas Tv, Jumat (19/8/2022). 


"Kasus Sambo ini disembunyikan dari Kapolri oleh orang-orang Sambo, sehingga Kapolri agak lambat. 


Kenapa Kapolri itu tidak selalu mudah menyelesaikan masalah padahal secara formal ia menguasai, tapi ada kelompok-kelompok yang menghalangi termasuk kasus ini kan," kata Mahfud MD. 


Menurutnya, kuasa dari orang-orang di sekitaran Ferdy Sambo menjadi penghambat dalam proses pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J. 


"Yang jelas ada hambatan-hambatan di dalam secara struktural. Karena ini tak bisa dipungkiri ada kelompok Sambo yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya." 


"Seperti sub-Mabes (Polri) yang sangat berkuasanya," kata Mahfud MD kepada mantan anggota DPR, Akbar Faizal dalam kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored sebagaimana dikutip, Kamis (18/8/2022). 


Mahfud MD menyebut orang-orang Sambo yang berkuasa inilah yang membuat pengusutan kasus tewasnya Brigadir J menjadi lama. 


"Ini yang halang-halangi sebenarnya, kelompok ini yang jumlahnya 31 orang ini. Dan sudah ditahan," tuturnya. 


Bahkan, kata Mahfud, Kapolri juga disebut olehnya sempat kesulitan mengungkap kasus lain yang menyeret personel Polri. 


Ia mengungkapkan hal seperti ini dapat terjadi lantaran adanya kelompok-kelompok punya kuasa. 


Masih dalam video itu, Mahfud MD mengatakan, Ferdy Sambo ternyata ditakuti di internal Polri bahkan jenderal bintang tiga disebut takut terhadap mantan Kapolres Purbalingga ini. 


"Saya juga dengar, pada takut kan (dengan Sambo). Bahkan, bintang tiga pun enggak bisa lebih tinggi dari dia. Meskipun secara struktural iya," ujarnya. 


Pengakuan Ferdy Sambo 


Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) blak-blakan tentang isi pemeriksaan kasus Ferdy Sambo. 


Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menjelaskan jika Ferdy Sambo mengakui menjadi otak pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. 


Hal tersebut diungkap Ahmad Taufan Damanik dalam wawancara yang tayang di YouTube Narasi Newsroom, pada 18 Agustus 2022. 


Selain mengaku menjadi otak pembunuhan, Komnas HAM juga mendapatkan info jika Bharada E melihat Ferdy Sambo melakukan penembakan pada Brigadir J. 


"Untuk saudara FS ini setidaknya ia mengakui dua hal, yang pertama ia mengakui otak pembunuhan atau penembakan Brigadir Yosua. 


Kedua dia mengakui dia otak yang merancang Obstruction of justice dengan misalnya mengubah TKP, menghilangkan beberapa barang bukti seperti decoder CCTV, termasuk mengkondisikan supaya orang-orang yang menjadi saksi kunci memberikan keterangan sesuai dengan skenario yang ia buat," jelas Ahmad Taufan. 


Masih dalam keterangan Ahmad Taufan, FS mengakui telah menyiapkan segalanya untuk menyempurnakan skenario seolah-olah ada baku tembakan sehingga secara langsung mengakui menembak Brigadir J. 


"Dia tidak secara terbuka mengakui itu (menembak Brigadir J), tapi dia katakan dia yang perintahkan," jelas Ahmad Taufan. 


Namun saat Komnas HAM memeriksa Bharada E, mendapat informasi jika dirinya melihat Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J. 


"Sebaliknya saat Richard (Bharada E) mengakui bahwa pak FS ini melakukan penembakan, dua penembakan ke Yosua. Kemudian setelah itu dia (FS) memanggil KM, RR, dan Richard itu untuk dia kasih arahan. Bahwa kalian harus melakukan ini dan ini," lanjut Ahmad. 


Rekaman CCTV juga ternyata sudah diatur oleh Ferdy Sambo. 


"Saat Ibu PC pergi, dia ada di belakang seolah-olah mau pergi ke tempat lain terus dia balik. Sebenarnya itu dia skenariokan untuk melakukan eksekusi terhadap Yosua," lanjutnya. 


Komnas HAM masih kurang yakin jika penembakan dilakukan oleh Bharada E sendirian. 


Pasalnya, Komnas HAM menemukan ada luka peluru yang datang dari arah berbeda. 


"Artinya tidak mungkin orang yang sama berbolak-balik ke tempat lain untuk melakukan penembakan," jelas Ahmad lagi. 


Ahmad juga merasa ada indikasi peluru yang berbeda. 


"Sangat mungkin terjadi dilakukan lebih dari satu orang," lanjutnya. 


Hingga saat ini, Ferdy Sambo belum mengatakan secara langsung jika dirinya ikut menembak Brigadir J. 


Ferdy Sambo hanya terus terang akan bertanggung jawab atas kematian Brigadir J. (Tribunnews.com/Siti Nurjannah Wulandari)