Terungkap ada rapat kilat di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Jalan Saguling III, Kompleks Pertambangan, Duren Tiga, Jakarta Selatan.


Turut hadir dalam rapat kilat tersebut di antaranya Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka RR atau Rizky Rizal dan Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu. 


Rapat yang berlangsung di lantai 3 rumah itu topik utamanya membahas skenario menghabisi Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. 

Gambaran paling jelas soal suasana saat Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo mengobrol disampaikan Bharada E, yang tidak lain eksekutor Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo. 


Tempo hari Komnas HAM sudah mendapatkan informasi penting dari rumah Jalan Saguling III, tapi tak merinci apakah itu terkait rapat praeksekusi Brigadir J. 


Komnas HAM hanya memberikan gambaran, bahwa Ferdy Sambo bertanggungjawab dari A sampai Z terkait kematian Brigadir J setelah diperiksa di Mako Brimob Kelapa Dua. 


"Ada komunikasi antara Pak Sambo dengan Bu Sambo sehingga memang sangat mempengaruhi peristiwa (pembunuhan) di TKP," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Mako Brimob, Jumat (12/8/2022). 


Soal CCTV yang merekam pembicaraan kurang lebih satu jam Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo, Komnas HAM hanya menyebut peristiwa itu penentu jatuhnya eksekusi atas Brigadir J. 

Belakangan, penyidik Timsus Polri menjadikan Putri Candrawathi sebagai tersangka pembunuhan berencana Brigadir J salah satunya berdasar seluruh rekaman CCTV yang sempat dihilangkan orang-orang Ferdy Sambo di Divisi Propam Polri. 


Setidaknya sudah ada 5 anak buah Ferdy Sambo di Propam Polri diduga telah melakukan pidana menghalangi penyidikan atau obstruction of justice dan menjalani penahanan di tempat khusus. 


Selain Ferdy Sambo, ada eks Karo Paminal Polri Brigjen Hendra Kurniawan; Kombes Agus Nurpatria selaku Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri; Kompol Baiquni Wibowo selaku PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri. 


Ada juga AKBP Arif Rahman Arifin selaku Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri; dan Kompol Chuk Putranto selaku PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri. 


Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi menyebut rekaman CCTV yang didapat, menggambarkan sebelum, sesaat, hingga sesudah pembunuhan Brigadir J. 


"Inilah yang menjadi bagian dari circumstancial evidence atau barang bukti tidak langsung yang menjadi petunjuk bahwa PC (Putri Candrawathi) ada di lokasi sejak di Saguling sampai Duren Tiga dan melakukan kegiatan-kegiatan yang menjadi bagian dari pada perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua," ucap Andi di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (19/8/2022). 


Ia tidak merinci secara pasti keterlibatan Putri Candrawathi sehingga menjadi tersangka kasus ini. Tapi yang jelas, istri Ferdy Sambo itu terlibat kegiatan-kegiatan perencanaan pembunuhan Brigadir J. 


"Dan melakukan kegiatan-kegiatan yang menjadi bagian daripada perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir J," jelasnya. 



Dalam perkara ini, penyidik kemudian menjerat Putri dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Dia terancam hukuman mati atau pidana penjara paling lama 20 tahun. 


Tangisan Putri di Rapat Kilat


Pengacara Ronny Talapessy melihat kliennya, Bharada E, mendapat keuntungan di balik langkah penyidik Timsus Polri menetapkan Putri Candrawathi sebagai tersangka kelima di kasus pembunuhan Brigadir J ini. 


Sebelum Putri Candrawathi, empat orang lebih dulu tersangka adalah Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, Kuat Maruf yang tak lain sopir pribadi Putri Candrawathi, dan Ferdy Sambo. 


Menurut Ronny, kasus kematian Brigadir J ini merupakan satu rangkaian peristiwa hukum yang memang saling berkaitan dan tidak bisa melihatnya secara sepotong-sepotong saja. 


"Kita harapkan ke depannya, dengan kasus yang terang benderang akan sedikit membuat harapan untuk klien saya untuk mendapatkan keadilan," ucap Ronny dalam wawancara dengan TV One, Jumat (20/8/2022). 


Dalam rangkaian kasus ini, kata Ronny, Bharada E tidak bisa berbuat banyak karena memang mendapatkan perintah saat berada di rumah Jalan Saguling III setelah pulang dari Magelang. 


Bharada E satu mobil dengan Putri Candrawathi, Susi asisten rumah tangga Putri Candrawathi, Bripka RR dan Kuat Maruf saat pulang dari Magelang hingga rumah pribadi di Jalan Saguling III, Duren Tiga, Jakarta Selatan. 


Dari rekaman CCTV yang beredar, Ferdy Sambo di hari itu datang lebih dulu di rumah pribadi. Tak lama disusul oleh rombongan Putri Candrawathi dari Magelang. 


Brigadir J juga terpantau di CCTV gunakan kaus putih dan ikut angkat-angkat barang rombongan dari mobil ke dalam rumah pribadi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. 


Menurut Ronny, di rumah Saguling itu rupanya ada rapat kilat di sebuah ruangan di lantai tiga. Bharada E adalah peserta terakhir yang dipanggil masuk. 


"Klien saya (Bharada E, red) dipanggil ke dalam suatu ruangan meeting, ruangan rapat, bahwa ternyata memang sudah ada Ibu PC ini membicarakan mengenai tentang almarhum Yosua," ucap Ronny. 


Bharada E mengaku menghadiri rapat dalam durasi sangat pendek. Meski demikian, saat keluar dari rumah Saguling, Bharada E sudah mendapat perintah untuk mengesekusi Brigadir J di rumah dinas. 


"Waktunya sangat pendek. Klien saya menerima perintah itu, kemudian sampai ke TKP (rumah dinas, red) kurang 20 menit. Bharada E menyampaikan di TKP atau rumah sebelumnya di rumah Saguling ada ibu PC," terang dia. 


Ia memastikan Bharada E ini tidak mengetahui motif penembakan Brigadir J. Setelah tiba dari Magelang sampai di Jakarta, Bharada E memang tidak mengetahui apa-apa tapi mendapat perintah di menit-menit terakhir. 


Ronny akan membuktikan di pengadilan, bahwa kliennya menembak Brigadir J tanpa tahu motif. Artinya, Bharada E dalam kasus ini hanya kambing hitam, secara di rapat kilat itu pangkatnya paling rendah. 


Dalam rapat itu, menurut Bharada E, ada Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan Bripka RR. Bharada E hanya bisa diam tak berbicara sama sekali dengan Putri Candrawathi di rapat itu. 


"Ibu PC itu ada di ruangan lantai 3. Jadi pertemuannya itu (dihadiri, red) Ibu PC, Pak FS, kemudian saudara RR. Kemudian yang terakhir dipanggil adalah Bharada E ini. Yang panggil itu saudara RR," terang Ronny. 


Mulanya, Bharada E tidak melihat Putri Candrawathi pas masuk ke dalam ruangan yang jadi rapat kilat. Barulah setelah duduk di sofa, Bharada E melihat Putri Candrawathi sudah di dalam. 


Bharada E mengetahui bagaimana kondisi Putri Candrawathi di rapat kilat praeksekusi di rumah Jalan Saguling III. 



"Klien saya menyampaikan bahwa waktu kejadian itu Ibu PC dalam keadaan menangis. Kemudian Bapak FS ini dalam keadaan marah. Nanti detailnya, ini kan nanti menjadi pembelaan di pengadilan," beber Ronny. 


Ronny tak merinci penjelasan Bharada E soal Putri Candrawathi menangis apakah setelah cekcok atau keributan dengan Ferdy Sambo. 


Sementara itu, Putri Candrawathi, berharap berkas perkara kasus yang menyeretnya sebagai tersangka ini segera dilimpahkan dan disidangkan di pengadilan. 


"Kami berharap seluruh proses dapat segera dilimpahkan ke pengadilan agar segala konstruksi kasus ini dapat diuji dalam proses persidangan," kata Arman Hanis saat dihubungi wartawan. 


Pihak Putri Candrawathi tak membantah apapun setelah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana Brigadir J dan siap mengikuti segala proses hukumnya. 


"Penyidik tentu memiliki pertimbangan tersendiri dalam menetapkan klien kami Ibu PC sebagai tersangka," ujar dia. 


Saat penetapan Putri Candrawathi sebagai tersangka, tidak terlihat aktivitas di rumah Jalan Saguling III, Kompleks Pertambangan, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. 


Rumah tiga lantai itu tampak tertutup rapat. Hanya ada dua mobil yang terparkir di depan rumah pribadi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. 


Tidak ada pengamanan yang dilakukan pihak kepolisian maupun penjaga rumah pribadi Ferdy Sambo. 


Sementara itu, sekitar pukul 15.30 WIB, terlihat dua orang yang membuka gerbang dan keluar dari rumah Ferdy Sambo. Mereka menuju salah satu mobil yang terparkir di depan rumah dan membawa sepatu berwarna hitam. 


Tak lama kemudian, satu dari dua orang tersebut kembali masuk ke rumah Ferdy Sambo. Sedangkan satu orang lainnya pergi menggunakan mobil. tribunnews.com