Kronologi sebenarnya sebelum Ferdy Sambo menghabisi nyawa Brigadir J akhirnya terungkap.


Salah satunya adalah saat Ferdy Sambo lari kembali ke rumah dinas karena mendapat telepon Putri Candrawathi menangis. 


Siapa sangka, aksi Ferdy Sambo tersebut ternyata hanyalah akting belaka. 


Hal tersebut merupakan satu dari sekian skenario yang dibuat Ferdy Sambo untuk mengelabuhi semua CCTV yang ada di kompleks rumahnya. 


Hal ini diungkap langsung oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik. 


Mantan Kadiv Propam Polri ini mengarahkan para tersangka yang terlibat, seperti Putri Candrawathi, Bharada E, Brigadir RR hingga KM untuk melakukan adegan yang dimintanya. 


Saat diperiksa Komnas HAM, Ferdy Sambo mengaku selain menjadi otak pembunuhan Brigadir J, ia juga sebagai pembuat skenario. 


Skenario dan rancangan yang dibuatnya ini pun berlaku untuk para pemain yang kini menjadi tersangka. 


Para pemain ini diminta untuk melakukan adegan per adegan sesuai yang dibuat Ferdy Sambo, 


"Untuk saudara FS ( Ferdy Sambo) ini, dia pada pokoknya sudah mengakui 2 hal. 


Pertama, dia mengakui kalau dialah otak pembunuhan atau penembakan saudara Yoshua. 


Kedua, dia juga mengkondisikan supaya orang-orang yang menjadi saksi kunci itu memberikan keterangan sebagaimana skenario yang dibuat," papar Ketua Komnas HAM, Achmad Taufan Damanik, dikutip TribunnewsBogor.com dari Youtube Narasi, Minggu (21/8/2022). 


Skenario yang dibuat Ferdy Sambo ini adalah adanya pelecehan seksual pada Putri Candrawathi hingga sebabkan adanya tembak menembak antara Bharada E dan Brigadir J yang menewaskan Brigadir J. 


Untuk membuat skenario itu seolah asli tanpa rekayasa, rupaya Ferdy Sambo sudah menyiapkan segala alat pendukung, mulai dari pengkondisian CCTV hingga senjata yang digunakan. 


"Yaitu skenario seolah-olah ada tindakan pelecehan seksual di rumah Duren Tiga, yang dilakukan saudara Yosua terhadap istrinya. 


Setelah itu terjadi tembak menembak antara Yosua dengan Richard atau Bharada E. 


Itu diakuinya sebagai rancangan dia dan setelah itu, semua dia siapkan alat pendukungnya," ungkap Achmad Taufan Damanik. 


Rupanya, penyusunan skenario pembunuhan Brigadir J ini dilakukan Ferdy Sambo di rumah pribadinya, di kawasan Saguling Tiga. 


Sementara itu, untuk eksekusi pembunuhan Brigadir J dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga. 


Sebelum mengeksekusi Brigadir J, Ferdy Sambo kemudian memanggil para ajudan terpilihnya, yakni Brigadir RR, Bharada E hingga sang sopir KM. 


Kepada 3 anak buahnya, Ferdy Sambo mengingatkan job desk atau pembagian tugas masing-masing ketika Brigadir J dieksekusi. 


"Kemudian, setelah itu dia memanggil KM, RR dan Richard itu. 


Untuk dia kasih arahan bahwa kalian harus lakukan ini, ini, itu begitu. 


Itu dia akui," ungkap ketua Komnas HAM. 


Setelah skenario sudah tersusun rapi dan para pemain menyatakan siap, Ferdy Sambo pun mengarahkan istrinya, Putri Candrawathi untuk pergi duluan ke rumah dinas. 


Para ajudan yang lain, seperti Bharada E, Brigadir RR hingga KM pergi bersama Putri Candrawathi. 


Giliran Ferdy Sambo melakukan adegannya. 


Ferdy Sambo kemudian pura-pura pergi dikawal motor patwal setelah Putri Candrawathi dan para ajudannya ke rumah dinas. 


Di depan rumah dinas, Ferdy Sambo berakting pura-pura berhenti lantaran menerima telpon Putri Candrawathi. 


Rupanya, hal itu hanya sebagai alasan agar Ferdy Sambo bisa masuk ke rumah dinas tanpa dicurigai. 


Tak hanya itu, saat Ferdy Sambo masuk ke rumah dinasnya, proses eksekusi pembunuhan Brigadir J belum dilakukan. 


"Kemudian ibu PC dan rombongan pergi ke rumah dinas, kemudian dia menyusul. Itu mengesankan seolah-olah dia mau pergi ke tempat lain. 


Terus tiba-tiba dia balik begitu. Dia katakan, itu yang dia skenariokan 


Sebetulnya dia akan ke TKP untuk melakukan eksekusi terhadap Yosua, begitu," ungkap ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik. 


Peristiwa saat Ferdy Sambo dikawal patwal dan berhenti di depan rumah dinas ini terjadi sekira pukul 17.17-17.18 WIB. 


Kepada Komnas HAM, Ferdy Sambo mengaku saat ia ada di depan rumah dinas itu, proses eksekusi terhadap Brigadir J belum dijalankan. 


"Motor patwal mengarah ke Duren Tia, namun mundur kembali ke arah TKP pada pkl 17.17 - 17.18 Tapi akhirnya itu diakuinya bahwa sebetulnya itu adalah skenario yang dia buat. 


Dia kembali itu, bagian dari skenario dan belum terjadi apa-apa," ungkapnya. 


Begitu tiba di rumah dinas, Ferdy Sambo mmerintahkan ajudannya untuk memanggil Brigadir J. 


Saat eksekusi itu, Ferdy Sambo menyebut itu hanya sebagai hukuman. 


"Setelah dia masuk ke rumah dinas itulah atau TKP itu, dia kemudian memanggil Yosua dan beberapa ADC yang tadi itu untuk kemudian melakukan katakanlah hukuman. Dalam bahasa dia ya, kepada Yosua," ungkapnya. 


Kemudian, Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J lebih dulu. 


Sebagai anak buah, Bharada E pun hanya patuh dan siap melakukan perintah atasannya. 


"Salah satunya jelas ada pengkondisian. Jadi disitu terlihata ada skenario. Mereka juga diingatkan nanti kalau ada pertanyaan ingat itu skenarionya, begitu. 


Dan bahasa-bahasa itu dijawab ADC, iya oke akan kami lakukan dengan kata-kata 'siap komandan' 


Dan ketika kami tanyakan kembali kepada mereka, memang katanya ami dikondisikan untuk mengakui sebagaimana skenario yang sudah disiapkan tadi," papar ketua Komnas HAM. 


Sementara itu, Putri Candrawathi rupanya diminta untuk tetap berada di dalam kamar saat eksekusi Brigadir J berlangsung. 


"Mereka pergi ke rumah dinas, ibu PCnya masuk ke dalam kamar tidur itu, Jadi mereka melakukannya di ruang tamu," pungkas ketua Komnas HAM. tribunnews.com